Headlines News :
Home » » ANTARA TUNTUNAN ATAU TONTONAN

ANTARA TUNTUNAN ATAU TONTONAN

Written By SMK AL HAMIDY BANYUANYAR on Minggu, 21 Juni 2015 | 02.47.00

MORAL

(Antara tuntunan atau tontonan)
Rakyat dari pada satu bangsa akan merasa kebingungan karena krisis ekonomi yang melanda satu contoh di Indonesia, ungkapan kekecewaan pada pemerintah atas melonjaknya harga BBM yang berimbas pada melambungnya harga sembako, rakyat Indonesia meluapkan unek-uneknya dengan jalan berdemo, karena mereka menghawatirkan prospek masa depan anak generasi bangsa yang siap menghadapi putus sekolah karena faktor ekonomi
Namun tidak demikian dengan masalah krisis yang sangat krusial yang menyangkut masa depan generasi bangsa yaitu krisis moral yang melanda anak-anak bangsa, karena bagaimanapun keberadaan generasi kemarin merupakan calon pemimpin masa  sekarang dan generasi sekarang merupakan calon pemimpin esok dan seterusnya, searah dengan sebuah pepatah : سبان اليوم رجال الغد
” pemuda hari sekarang adalah calon pemimpin masa depan “ mereka para orang tua hanya bisa berpangku tangan menyaksikan dekadensi moral yang semakin merajalela, mewabah pada semua kalangan pemuda mulai dari kalangan atas sampai kalangan bawah. Mulai dari yang bergelimang harta kekayaan sampai pada orang yang berselimutkan selaksa kesengsaraan. Bahkan kebobrokan moral mulai menjadi tabiat kalangan anak muda dewasa ini. Padahal krisis nilai-nilai manusiawi jauh seperti ini lebih berbahaya kalau tidak segera di antisipasi. Pada gilirannya, lambat atau cepat, akan menyeret manusia kelembah yang hina dina, ketingkat martabat hewani, bahkan mungkin lebih rendah lagi, bahkan pada sebuah kehancuran uang komprehensif, ; sejalan dengan sebuah maqolah :
إن فى يد الفتى أمر الأمة    “ Sesungguhnya di tangan para pemudalah urusan ummat “.
Moral adalah fondasi dari segala galanya, moral juga biang dari segala keangkaramurkaan. Sudah sering kita baca dan kita dengar baik melalui media cetak maupun elektronik menjamurnya  perampokan, pencurian pemerkosaan dan tindak kriminal lainnya. Semua terjadi disebabkan “moral telah terabaikan”. Perampokan maupun pencurian tidak dapat di salahkan tetapi harus melihat hukum kausa (sebab akibat) karena yang kaya tidak mau tahu nasib si miskin sehingga enggan menafkahkan hartanya di jalan Allah dan si miskin tidak lapang dada terhadap apa yang di qodratkan oleh Allah yang berakibat pada kecemburuan sosial. Kendatipun secara hukum agama dan negara sama-sama tidak memperbolehkannya.
Sebagai refleksi pada diri kita sebagai kaum muslimin mencoba mengenang sejarah  kehidupan kaum muslimin terdahulu yang mereka menjadi pemilik kemuliaan, keagungan, keberanian, dan kehebatan serta kekuatan, maka sebuah pertanyan akan muncul pada diri amsing-masing ; mengapa bisa demikian ? tentu jawabannya, karena meraka selalu mengedepankan moral dari pada syahwat. Akan tetapi ketika kita melihat keberadaan kaum muslimin dewasa ini mereka berada dalam keadaan yang sangat rendah dan hina serta serasa termalginalkan, penuh kesengsaraan tidak bersifat amanah dan tidak mempunyai kekuasaan maupun kekuatan, tidak lagi memiliki kultur Islami yang merupakan nilai orsinalitas seorang muslim. Keburukan menjadi rahasia umum sementara kebaikan dan kejayaan serasa tak kunjung bersua. Ironisnya, mereka  merasa tenang dalam keadaan seperti ini dan tak ada beban kerisauan melihat kondisi  tersebut.Tidak cukup sampai di situ banyak sekali ajaran-ajaran Islam yang di selewengkan tanpa mempedulikan kesakralan dan kesucian ajaran Islam hanya demi secuil materi. Bahkan syariat yang suci ini layaknya daun pisang di pinggir jalan ketika hujan turun mereka menggunakannya dan ketika sudah reda mereka mencampakkannya. Begitulah potret keberadaan kaum muslimin pada abad ini. Sungguh mengherankan, kaum yang sudah kenyang dengan keduniaan mengapa sekarang mereka masih haus? Kalaupun mereka telah mempelajari adab dan etika Islam tetapi mengapa kontek yang terjadi di lapangan, adab dan etika sangat di nisbikan? Tentunya dengan sebuah jawaban: mereka telah mengabaikan norma-norma moral yang semestinya di junjung tinggi, serta di aplikasikan juga dipertahankan keorsinilannya. Banyak para intelektual dan budayawan muslim telah memikirkan hal ini dan mencoba dengan berbagai metode dan metodologi untuk memperbaiki keadaan ini, akan tetapi penyakit amoral malah semakin akut dan parah. Kitapun hanya berdiam diri menutup mata dan tidak berusaha mencari solusinya. Dan hal ini merupakan suatu keteledoran besar. Maka sebagai kontribusi pemikiran  kita pada problematika yeng terjadi, sudah saatnya bagi kita untuk mulai introspeksi dan retrospeksi dalam memulai langkah dan mem-paradigma-kan masalah ini. Maka melalui tulisan ini, penulis mengajak pembaca men-tafakkur-kan langkah-langkah dibawah ini :
Langkah pertama untuk menanggulanginya, manusia harus sadar bahwa dirinya adalah satu-satunya hamba Allah yang di tugasi untuk menjunjung tinggi titah-Nya dan menjadikan syariat untuk jalan hidupnya. Dan agama merupakan satu-satunya alternatif untuk bisa menyelesaikan segala problematika yang terjadi saat ini. Islam dengan keuniversalannya adalah merupakan agama yang fitrah, yang merupakan pedoman dan tuntunan peri kehidupan, Islam telah meletakkan dasar nilai-nilai yang prinsipil dalam kehidupan umat manusia, agar manusia tidak sesat. Dalam Islam telah di bentangkan jalan yang terang dan lurus agar manusia dapat mengikutinya dengan penuh tanggung jawab. Oleh karenanya Islam telah menetapkan dengan jelas tentang tujuan hidup manusia, sebagaimana tujuan hidup vertikal yaitu menuju keridhan Ilahi. Tujuan menuju keridlaan Ilahi adalah merupakan tujuan akhir (ultimate goal).
Selaras dengan fiman Allah ومن الناس من يشري نفسه ابتغاء مرضات الله والله رؤوف بالعباد Artinya: Dan di antara manusia ada orang yang mengurbankan dirinya karena mencari keridaan Allah dan Allah maha penyantun pada hamba-hambanya (Q.S. al-Baqoroh 207)
Ayat di atas berorientasi pada tujuan hidup vertikal, sedangkan yang menjadi sentralisasi adalah Allah SWT Rabbul ‘Alamien. Setelah kita mendapatkan titik terang dari maksud tujuan hidup, maka selayaknya kita bermoral pada Allah sebagai sentralisasi kehidupan kita dan bermoral pada diri kita sendiri sebagai pelaku kehidupan serta bermoral pada lingkungan sekitar kita sebagai pendukung sukses kelangsungan hidup kita mulai dari alam fana ini sampai alam nan kekal abadi. Janganlah sekali-kali mengabaikan pentingnya bermoral karena yang demikian akan merugikan diri sendiri.
Maka kita sebagai orang muslim di tuntut untuk berusaha memprioritaskan moral walaupun harus berkorban apa saja baik berupa harta, pangkat, jabatan, pikiran atau tenaga bahkan nyawa sekalipun jika di maksudkan sebagai pengabdian kepada Allah SWT dan menjunjung hak kesamaan ummat Islam dapat terwujud, maka kita harus melakukannya sepanjang di dasari keikhlasan niat semata-mata mengharap ridla dari Allh SWT, hal demikian  pasti tak akan sia-sia di sisinya sesuai dengan firmannya ان الله اشترى من المؤمنين انفسهم واموالهم بأن لهم الجنة  sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. (Q.S. At-Taubah 111)
Perjuangan yang kita lakukan harus di dasari ikhlas semata mencari ridla Allah SWT pengorbanan kita harus ikhlas karenanya dengan menyerahkan kemerdekaan pribadi untuk kepentingan dan kebahagiaan bersama. Dan apabila suatu hajat kita dapatkan dengan pengorbanan maka nilai cinta kita pada sesuatu tersebut pasti jadi sangat tinggi, sehingga dalam berinteraksi dengan alam sekitar kalau didasari cinta kasih yang diperoleh dari sikap moralitas kita sehari-hari menjadi nyaman dan damai walaupun kita datang dari berbagai suku, bahasa, dan warna kulit yang berbeda, kedudukan dan setatus sosial yang tak sama. Semoga seluruh keluaga kita, komponen masyarakat serta kaum muslimin dan muslimat kembali pada masa-masa kejayaannya sehingga selamat dari siksa neraka jahannam. Mari kita aplikasikan tekad dan perjuangan kita dengan pengibaran panji-panji kebesaran Islam. Semoga.!
Share this article :
 
Support : Petotu - All Rights Reserved
Template Created by Mastemplate Proudly powered by Blogger